Kecerdasan buatan dan ancaman siber semakin meningkat, terutama dengan maraknya disinformasi dan deep fake. Isu-isu ini memengaruhi opini publik dan menimbulkan risiko bagi bisnis dan individu. Organisasi harus meningkatkan pertahanan mereka terhadap serangan canggih, termasuk kerentanan rantai pasokan dan rekayasa sosial, sekaligus memastikan keamanan yang tepat untuk perangkat IoT dan lingkungan cloud.
Serangan naratif muncul sebagai ancaman signifikan pada tahun 2024, khususnya memengaruhi opini dan perilaku publik selama pemilihan umum di 64 negara. Kesadaran dari pemerintah, organisasi, dan individu sangat penting untuk memerangi manipulasi informasi yang canggih.
Meningkatnya frekuensi serangan rantai pasokan perangkat lunak menyoroti kebutuhan mendesak bagi bisnis untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan siber dan kesiapan mereka terhadap ancaman yang terus berkembang. Statistik menunjukkan bahwa 91% bisnis menjadi korban serangan semacam itu tahun lalu.
Rekayasa sosial muncul sebagai metode peretasan yang sangat berbahaya, mengandalkan kesalahan manusia daripada kerentanan teknis untuk mengeksploitasi informasi sensitif. Hal ini menekankan perlunya pelatihan karyawan yang lebih baik dalam hal kesadaran keamanan.
Pertumbuhan pesat perangkat Internet of Things (IoT) menimbulkan risiko keamanan siber baru, dengan banyak perusahaan yang tidak melindungi perangkat ini secara memadai dari potensi serangan. Kurangnya keamanan ini dapat menyebabkan peningkatan kerentanan di masa mendatang.
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80% pengujian penetrasi mengungkap kesalahan yang dapat dieksploitasi dalam konfigurasi keamanan, yang menggarisbawahi perlunya manajemen infrastruktur yang cermat. Organisasi harus memprioritaskan manajemen identitas yang aman dan memantau aktivitas yang mencurigakan. dan semoga Di Indonesia kedepannya bisa meningkatkan Keamanan Siber dimana Indonesia telah menduduki peringkat kejahatan siber kedua setelah Ukraina.